EKSEKUSI PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP
Abstract
Abstrak
Sebagai negara hukum yang demokratis, Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan yang memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Untuk mengontrol kekuasaan eksekutif diperlukan lembaga yudikatif atau kehakiman. Salah satu bentuk kontrol yudisial atas tindakan administrasi pemerintah adalah melalui lembaga peradilan. Dalam konteks inilah maka Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara beserta perubahanya, Lahirnya Peradilan Tata Usaha Negara merupakan tuntutan masyarakat Indonesia yang merasa haknya sebagai warga negara dilanggar oleh pemerintah, selain itu untuk mencegah terjadinya maladministrasi, serta segala bentuk penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah. lemahnya kekuatan hukum Putusan PTUN membuat masyarakat cemas akan kekuatan hukum dari putusan PTUN yang membawa angin kedamaian bagi masyarakat yang dilanggar haknya oleh pemerintah. Masyarakat menjadi ragu akan kekuatan hukum yang dimiliki oleh lembaga peradilan ini dalam menegakkan keadilan manakala terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah. Lemahnya kekuatan hukum putusan PTUN ini disebabkan beberapa kendala yaitu: Tidak adanya lembaga eksekutorial khusus atau lembaga sanksi yang berfungsi untuk melaksanakan putusan, rendahnya tingkat kesadaran pejabat Tata Usaha Negara dalam menaati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, serta tidak adanya pengaturan yang lebih tegas mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam rangka mewujudkan harapan masyarakat, maka upaya hukum yang dapat dilakukan adalah upaya hukum pidana berupa melaporkan pejabat TUN,dan upaya hukum perdata yaitu berupa gugatan ganti rugi.
Kata kunci
Kata Kunci : Kekuatan Eksekutorial, kekuatan hukum, Mekanisme, Hambatan dan Upaya.
AbstractAs a democratic legal state, Indonesia has a constitutional system that has executive, legislative and judicial institutions. To control the executive power, a judicial or judicial institution is needed. One form of judicial control over government administrative actions is through the judiciary. In this context, the State Administrative Court was formed by Law no. 5 of 1986, concerning the State Administrative Court and its amendments, the birth of the State Administrative Court is a demand of the Indonesian people who feel that their rights as citizens have been violated by the government, in addition to preventing maladministration, as well as all forms of abuse of authority by the government. The weak legal force of the Administrative Court Decisions makes the public anxious about the legal force of the Administrative Court's decision which brings a wind of peace to the people whose rights have been violated by the government. The public becomes doubtful about the legal power possessed by this judicial institution in upholding justice when there is abuse of authority by the government. The weak legal force of the PTUN decision is due to several obstacles, namely: The absence of a special executive or sanction institution that functions to implement the decision, the low level of awareness of State Administrative officials in obeying the decisions of the State Administrative Court, and the absence of stricter regulations regarding the implementation of decisions. The State Administrative Court, in order to realize the expectations of the community, the legal remedies that can be taken are criminal legal remedies in the form of reporting TUN officials, and civil legal remedies in the form of claims for compensation. Keywords: Executional Power, Legal Force, Mechanism, Barriers and Efforts.References
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Marpaung, Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Melalui Upaya Paksaâ€, (Disertasi Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2010),
Harbet A. Simon, Prilaku Administrasi (Terjemahan), Bina Aksara, Jakarta, 1984)
Syarifin Pipin dan Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Pustaka Setia, Bandung 2005)
Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku 1 Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, (Sinar Harapan,Jakarta 1996)
Paulus Effendi Lotulung, Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia Dibandingkan Dengan Peradilan Administrasi Yang Berlaku Di Berbagai Negaraâ€, dalam Mengakji Kembali Pokok-Pokok Pikiran Pembentukan Perdailan Tata Usaha Negara, (LPPHAN, Jakarta, 2003),
Puslitbang Hukum Dan Peradilan Badan Litbang Kumdil Mahkamah Agung RI, Eksekutabilitas Putusan Peradilan Tata Usaha Negaraâ€, Laporan Penelitian Balitbang Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, (Jakarta, 2010), Admosudirjo Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Edisi revisi ilmu administrasi, (Ghalia, Jakarta 1995)
Supandi Problematika Penerapan Eksekusi Putusan Peradilan TUN Terhadap Pejabat TUN Daerahâ€, makalah disampaikan pada Workshop tentang Penerapan Eksekusi Putusan PTUN Dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Otonomi Daerah, LPP-HAN bekerjasama dengan KNH, (Jakarta, 2004),
Supandi Kepatuhan Pejabat Dalam mentaati Putusan Pengadilan TUN, Disertasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, (Medan 2005)
Sulistyo sebagaimana mengutip Lintong Oloan Siahaan, selengkapnya dalam Sulistyo, Penerapan Sistem Peradilan 2 (dua) tingkat untuk Peradilan TUN : Studi Tentang UU. No. 5 Tahun 2004 Perubahan Kedua UU. No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, (Sekolah Pasca Sarjana USU, 2007)
Yos Johan Utama, Membangun Peradilan TUN yang Berwibawa, Disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Semarang, 4 Februari 2010)
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
UU. No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
DOI: 10.33751/pajoul.v3i1.6191 Abstract views : 570 views : 1506
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2022 Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL)