ASPEK HUKUM PENGAJUAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Eka Ardianto Iskandar, Hari Nur Arif, Rachel Simbayak

Abstract


ABSTRAK

 

Peradilan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial guna menyelesaikan perselisihan di bidang ketenagakerjaan khususnya mengenai perselisihan hak,perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Pasal 57 UU PPHI, yang bunyinya: Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial  adalah  Hukum  Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam  lingkungan  Peradilan  Umum,  kecuali  yang  diatur secara khusus dalam undang-undang iniâ€.Terhadap putusan yang telah diputuskan melalui Perselisihan Hubungan Industrial dapat diajukan upaya hukum berupa kasasi selama 14 hari sejak putusan dijatuhkan. Upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali tidak diatur secara tegas dalam Nomor 2 Tahun 2004, penyelesaiannya diserahkan kepada stelsel hukum acara perdata, hal ini juga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mempertegas bahwa untuk perselisihan hubungan industrial dapat diajukan upaya hukum luar biasa. Namun demikian dalam praktiknya terdapat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018 yang memuat rumusan hukum kamar perdata khusus PHI bahwa dalam perkara tersebut tidak ada upaya hukum Peninjauan Kembali. Hal ini tentunya bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Nomor 48 Tahun 2009 dan akan mempengaruhi hakim PHI di dalam mengadili perkara PHI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan solusi hukum di tengah banyaknya permohonan peninjuan kembali yang diajukan oleh para pihak namun ditolak oleh Mahkamah Agung yang didasarkan pada adanya SEMA Nomor 3 Tahun 2018. Hal ini tentunya menimbulkan rasa ketidakadilan karena sangat mungkin Hakim melakukan kekhilafan dan ternyata setelah perkaranya diputus pada tingkat Kasasi ditemukan bukti-bukti baru yang sebelumnya belum diajukan dan diperiksa pada tingkat kasasi. Penelitian ini dilakukan dengan metode  yuridis normative dan disajikan secara deskriptif analitis dengan mengkaji bahan hukum sekunder berupa Undang-Undang dan beberapa buku yang mengkaji mengenai ketenagakerjaan.

 

Kata Kunci : Upaya hukum, perselisihan, industrial

 

 

ABSTRACT

 

The Industrial Relations Dispute Court (PHI) was established in accordance with the mandate of Law Number 2 of 2004 concerning Settlement of Industrial Relations Disputes in order to settle disputes in the manpower sector, especially regarding rights disputes, disputes over interests, disputes over termination of employment and disputes between trade unions/labor unions in one company. Article 57 of the PPHI Law, which reads: "The procedural law applicable to the Industrial Relations Court is the Civil Procedure Law applicable to the Courts within the General Courts, except those specifically regulated in this law". Industrial legal action can be filed in the form of cassation for 14 days after the decision is rendered. Extraordinary legal remedies in the form of reconsideration are not explicitly regulated in Number 2 of 2004, the settlement is left to the civil procedural law system, this is also as regulated in Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power which emphasizes that industrial relations disputes can be filed extraordinary legal action. However, in practice, there is a Supreme Court Circular (SEMA) Number 3 of 2018 which contains the legal formulation of the special civil chamber for the Courts of Industrial Relations (PHI) that in this case there is no judicial review. This, of course, contradicts the provisions stipulated in Number 48 of 2009 and will affect the judges of the Courts of Industrial Relations (PHI) in adjudicating PHI cases. The purpose of this research is to provide a legal solution in the midst of the many requests for judicial review submitted by the parties but rejected by the Supreme Court based on the existence of SEMA Number 3 of 2018. This of course creates a sense of injustice because it is very possible for the judge to make a mistake and it turns out that after the case is decided at the cassation level, new evidence has been found that had not previously been submitted and examined at the cassation level. This research was conducted using a normative juridical method and presented in an analytical descriptive manner by examining secondary legal materials in the form of laws and several books that examine employment.

 

Key Word : Legal remedies, disputes, industrial.

References


DAFTAR PUSTAKA

A. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

Indonesia. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan. UU Nomor 13 Tahun

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279.

. Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. UU Nomor 2 Tahun 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356.

. Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. UU Nomor 48 Tahun 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076.

B. Buku

Harahap, Krisna. Hukum Acara Perdata. Bandung: Grafitri, 2007.

Harahap, M. Yahya. Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata dalam Tingkat Banding. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

. Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2015. Pangaribuan, Juanda. Tuntutan Praktis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera, 2010.

Kusumohamidjojo, Budiono. Teori Hukum Dilema antara Hukum dan Kekuasaan, Bandung: Yrama Widya, 2016.

Mahkamah Agung Republik Indonesia. Bunga Rampai Makalah Hukum Acara Perdata. Jakarta: MA RI, 2003.

Marbun, B. N. Kamus Hukum Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2013.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2012.

Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2008.

___________. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009.

Nurhayani, Neng Yani. Hukum Acara Perdata. Bandung: Pustaka Setia, 2015.

Rasaid, M. Nur. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2010.

Soepomo, R. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Fasco, 1958.

Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Subekti, R. Hukum Acara Perdata. Bandung: Binacipta, 1982.

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju, 2009.

C. Lain-Lain:

Artikel Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. 2016. Upaya Hukum dalam

Hukum Acara Perdata. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2296/Upaya- Hukum-dalam- Hukum-Acara-Perdata.html. 20 September 2019.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Jakarta: MA RI.


Full Text: PDF

DOI: 10.33751/palar.v7i2.4290 Abstract views : 3548 views : 606

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2021 PAKUAN LAW REVIEW

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.