PERTIMBANGAN YURIDIS TENTANG PENGETATAN SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA EXTRA ORDINARY CRIME KHUSUSNYA NARKOTIKA

Adhi Inderaputra, Misbahul Huda, Erwin Syahruddin

Abstract


ABSTRAK

 

Ketentuan terkait dengan pelaksanaan hak-hak warga binaan telah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Memperketat syarat dan dan tata cara pemberian remisi terkesan sebagai ketentuan yang memberikan pengetatan terhadap pelaksanaan hak-hak warga binaan khususnya pelaku tindak pidana narkotika. Pengetatan pemberian remisi merupakan strategi pemerintah dalam memberikan efek jera dan rasa taubat bagi narapidana setelah bebas dari masa pemidanaan sebab efek jera bagi pelaku kejahatan sebagaimana yang telah disebutkan yakni dengan mengecualikan pemberian hak warga binaan khususnya remisi, sehingga timbul rasa jenuh dan rasa enggan untuk mengulangi perbuatannya lagi. Rumusan masalah yang penulis bahas adalah tentang pertimbangan yuridis tentang pengetatan syarat dan tata cara pemberian remisi terhadap narapidana extra ordinary crime khususnya narkotika. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode yuridis normatif yaitu menganalisis kaitan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan yang dibahas. Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa pengaturan pemberian remisi terhadap narapidana narkotika berdasarkan sistem pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 99 tahun 2012 yang ketetapannya adalah bahwa pemberian remisi pada narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika, prekursor narkotika, psikotropika yang disebutkan diatas hanya berlaku terhadap narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Di samping itu, diperlukan syarat lainnya yaitu bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya, yaitu bertindak sebagai Justice Collaborator.

 

Kata Kunci : Narkotika, Remisi, extra ordinary crime

 

ABSTRACT

 

Provisions related to the implementation of the rights of inmates have been regulated by Government Regulation Number 99 of 2012 concerning the Second Amendment to Government Regulation Number 32 of 1999 concerning the Terms and Procedures for the Implementation of the Rights of Correctional Inmates. Tightening the terms and procedures for granting remissions seems to be a provision that tightens the implementation of the rights of inmates, especially perpetrators of narcotics crimes. Tightening the granting of remissions is a government strategy in providing a deterrent effect and a sense of repentance for prisoners after being released from a period of imprisonment because of the deterrent effect for criminals as already mentioned, namely by excluding the granting of the rights of inmates, especially remissions, resulting in boredom and a sense of reluctance to repeat their actions again. The formulation of the problem that the author discusses is about juridical considerations regarding tightening requirements and procedures for granting remissions to prisoners of extraordinary crime, especially narcotics. The research method that the author uses is the normative juridical method, which is to analyze the relationship between the applicable laws and regulations with legal theories and the practice of implementing positive law concerning the issues discussed. Finally, the author concludes that the regulation of granting remissions to narcotics prisoners is based on the correctional system as regulated in PP No. 99 of 2012 which stipulates that granting remissions to prisoners convicted of criminal acts of narcotics, narcotics precursors, psychotropics mentioned above only applies to prisoners convicted with a minimum imprisonment of 5 (five) years. In addition, other requirements are needed, namely being willing to cooperate with law enforcement to help dismantle criminal cases he has committed, namely acting as a Justice Collaborator.

 

Keywords: Narcotics, Remission, extraordinary crime

 


References


DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku :

Barda Nawawi, Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Cetakan Keempat, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.

CI. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta, 2005.

Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Cet 2, PT. RefikaA Aditama, Bandung, 2009.

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Refika Aditama, Bandung, Catatan Kedua, 2009.

P.A.F Lamintang & Theo Lumintang, Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2004.

Petrus Irwan Panjaitan Dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Petrus Irwan Panjaitan Dan Pandapotan Simorangkir, Op. Cit.

Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sholehudin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007.

Wahdaningsi, Implementasi Hak Narapidana Untuk Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran Di Rumah Tahanan Negara, Loc. Cit.

B. Sumber Peraturan :

Undang-Undang Nomor 12 tentang Pemasyarakatan

Penjelasan Pasal 34 PP Nomor 99 Tahun 2012 khusus untuk Tindak Pidana Korupsi dan Terorisme.


Full Text: PDF

DOI: 10.33751/palar.v7i2.4580 Abstract views : 205 views : 125

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2022 PAKUAN LAW REVIEW

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.